Allgulfnews – Amerika Serikat (AS) telah menandatangani transfer bom dan pesawat senilai miliaran dolar ke Israel, meskipun terjadi perselisihan politik baru-baru ini.
Sebelumnya, AS secara terbuka menyuarakan kekhawatiran tentang kemungkinan serangan darat Israel ke kota Rafah yang padat penduduk di Gaza.
Washington Post melaporkan pengiriman lebih banyak bom AS ke Israel itu pada Jumat (29/3/2024).
BACA JUGA : AS Upgrade Jet Tempur Siluman F-22 Besar-besaran untuk Perang Melawan China
“Sekitar 1.800 bom MK84 seberat 2.000 pon dan 500 bom MK82 seberat 500 pon termasuk di antara persenjataan yang diserahkan,” ungkap pejabat Pentagon dan Gedung Putih yang tidak disebutkan namanya kepada surat kabar tersebut.
Selain itu, Departemen Luar Negeri AS dilaporkan mengizinkan transfer 25 pesawat dan mesin F-35A dengan nilai kasar USD2,5 miliar.
Transfer tersebut awalnya telah disetujui Kongres beberapa tahun yang lalu sebagai bagian dari bantuan militer tahunan senilai USD3 miliar+ kepada sekutu lama tersebut, sehingga tidak memerlukan pemberitahuan baru.
Penggunaan bom yang dipasok AS menambah melonjaknya angka kematian di Gaza, yang pada akhir Maret mencapai 32.000 jiwa, menurut angka terbaru yang diberikan pejabat kesehatan Palestina.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) diduga menggunakan bom penghancur bunker seberat 2.000 pon dalam serangannya di kamp pengungsi Jabalia di Gaza dan di sekitar kamp pengungsi Al-Shati tahun lalu.
Pemboman di Jabalia sendiri diyakini telah memakan korban lebih dari 100 orang, yang kemudian disebut PBB sebagai “serangan tidak proporsional yang dapat dianggap sebagai kejahatan perang.”
Washington menegaskan Israel telah memberikan “jaminan tertulis yang kredibel dan dapat diandalkan” kepada AS bahwa bantuan militer apa pun yang diberikan telah digunakan sesuai dengan hukum internasional.
BACA JUGA : Berkhianat, 2 Warga Inggris Memihak Rusia dalam Perang Ukraina
“Kami belum menemukan adanya pelanggaran,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller kepada pers pada Senin.
Namun, keretakan antara Washington dan negara Zionis tersebut menjadi semakin nyata pekan ini, ketika AS mengizinkan resolusi yang mendesak gencatan senjata segera disahkan di Dewan Keamanan PBB, alih-alih memveto resolusi tersebut.
Sebagai tanggapan, Israel membatalkan rencana kunjungan delegasi tingkat tinggi ke AS.
Delegasi tersebut seharusnya membahas rencana operasi militer Israel terhadap Rafah, kota di selatan Gaza di mana lebih dari 1,4 juta penduduk daerah kantong tersebut saat ini mengungsi.
PBB telah memperingatkan serangan semacam itu akan menyebabkan banyak korban jiwa, dan bahkan Gedung Putih telah secara terbuka mendesak Israel agar tidak melakukan serangan tersebut.