Kelompok milisi Hamas Palestina disebut sempat membujuk Iran dan milisi Hizbullah Lebanon untuk ikut dalam serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Laporan The New York Times pada Sabtu (13/10) menyebutkan bahwa Hamas telah merencanakan serangan 7 Oktober di Israel selatan selama lebih dari dua tahun. Namun, Hamas menunda serangan itu setahun demi membujuk Iran dan Hizbullah bergabung.
“Hamas awalnya berencana melakukan serangan yang diberi nama sandi ‘proyek besar’ pada musim gugur 2022. Namun, kelompok itu menunda pelaksanaan rencana tersebut karena mencoba membujuk Iran dan Hizbullah untuk berpartisipasi,” tulis The New York Times (NYT).
NYT memperoleh risalah pertemuan rahasia Hamas setebal 30 halaman yang disita militer Israel. Risalah itu ditemukan pada akhir Januari lalu oleh tentara Israel saat menggeledah pusat komando bawah tanah Hamas di Khan Younis, Gaza selatan.
NYT telah memverifikasi dokumen berisi ringkasan dari 10 pertemuan Hamas tersebut dengan membagikan beberapa isinya ke anggota dan ahli yang dekat dengan Hamas.
Salah al-Din al-Awawdeh, anggota Hamas dan mantan pejuang di sayap militer Hamas yang kini menjadi analis di Istanbul, mengatakan bahwa dirinya tak asing dengan sejumah rincian yang ada dalam dokumen tersebut.
Seorang analis Palestina yang mengetahui cara kerja internal Hamas secara anonim juga mengonfirmasi rincian tertentu.
Dalam dokumen itu, Hamas disebut NYT menyiapkan argumen untuk Hizbullah bahwa “situasi internal” Israel merupakan waktu yang tepat untuk bergerak melancarkan pertempuran strategis. Situasi internal ini merujuk pada konflik di Israel kala warga ramai-ramai memprotes Perdana Menteri Benjamin Netanyahu buntut rencana dia merombak peradilan.
Dokumen itu juga menyebutkan bahwa Hamas mengirim pejabat tinggi ke Lebanon pada Juli 2023, di mana ia bertemu seorang komandan Iran dan meminta bantuan untuk menyerang situs-situs sensitif pada awal serangan.
Komandan Iran itu disebut mengatakan kepada Hamas bahwa Teheran pada prinsipnya mendukung, namun butuh lebih banyak waktu untuk mempersiapkan. Risalah itu tidak merinci rencana yang disampaikan Hamas kepada Iran.
Menurut laporan NYT, Hamas merasa yakin bahwa Iran dan Hizbullah mendukung serangan mereka. Namun, Hamas juga menyimpulkan bahwa sekutu-sekutunya itu kemungkinan tak akan terlibat penuh, sebagian agar Israel tidak mengerahkan sistem pertahanan udara canggihnya sebelum serangan terjadi.
Dalam dokumen itu, disebutkan pula bahwa Hamas sengaja menghindari konfrontasi besar dengan Israel selama dua tahun terakhir sejak 2021 guna memaksimalkan kejutan dalam serangan 7 Oktober 2023. Hamas disebut “harus membuat musuh yakin bahwa Hamas di Gaza menginginkan ketenangan.”
“Keputusan untuk menyerang juga dipengaruhi oleh keinginan Hamas untuk mengganggu upaya normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi, pengukuhan pendudukan Israel di Tepi Barat, serta upaya Israel memegang kendali atas kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem,” tulis NYT.
Hamas dan Hizbullah sejauh ini tidak menanggapi permintaan komentar. Sementara itu, perwakilan Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa membantah seluruh klaim dalam dokumen tersebut.
“Setiap klaim yang mencoba menghubungkan Hamas dengan Iran atau Hizbullah, baik sebagian atau seluruhnya, tidak bisa dipercaya dan berasal dari dokumen palsu,” demikian pernyataan Iran.
Sejak Hamas meluncurkan serangan 7 Oktober 2023, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah membantah terlibat dalam serangan tersebut.
Sejumlah pejabat Amerika Serikat saat itu juga menyatakan para pemimpin kunci Iran terkejut dengan serangan Hamas, sehingga membuat Washington ragu bahwa Teheran terlibat dalam perencanaan serangan.
Juru bicara Hizbullah pada Sabtu (13/10) mengatakan kepada CNN bahwa kelompoknya tak tahu-menahu mengenai operasi Hamas 7 Oktober di Israel selatan.
“Seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal Hizbullah (Hassan Nasrallah), Hizbullah tidak tahu tentang operasi Badai Al Aqsa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober (2023),” demikian keterangan Hizbullah.